Pesut Kalimantan ditemukan mati di Perairan Paloh
Untuk informasi lebih lanjut, hubungi:
Sumber : http://www.wwf.or.id
Menurut Dwi, salah satu penyebab kematian lumba-lumba hidung pesek ini
diduga akibat terjaring tanpa sengaja (by catch) oleh jaring plastik
nelayan. Ini sangat beralasan mengingat pesut tidak mampu mendeteksi keberadaan
jaring plastik yang tipis dan bening dengan sonar yang dimilikinya. “Nah, di
saat berusaha mengejar ikan dan udang sebagai salah satu pakan utamanya, di
sinilah pesut itu ikut terjaring. Pesut itu hewan air yang bernafas dengan
paru-paru. Di saat terjaring, pesut tak dapat mengambil oksigen di permukaan dan
akhirnya mati,” urai Dwi.
Akibatnya, lanjut Dwi, populasi satwa ini diperkirakan terus menyusut,
terutama disebabkan kesibukan lalulintas kapal maupun speedboat baik di sungai
maupun perairan pesisir. Hal lain yang ikut memengaruhi keterancaman itu adalah
tingginya tingkat polusi, erosi, dan pendangkalan sungai akibat pengelolaan
hutan dan riparian. “Beberapa kasus kematian sudah dilaporkan akibat tersangkut
jaring nelayan atau disambar baling-baling kapal. Dari laporan masyarakat
nelayan yang ada di Desa Temajuk, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas hampir
setiap tahun pernah menjumpai pesut tersangkut di jaring,” ungkap Dwi.
Setelah melakukan lokakarya yang menghadirkan berbagai pihak dalam
membahas nasib lumba-lumba air tawar atau lebih dikenal dengan Pesut di perairan
Kalimantan di Jakarta minggu lalu, WWF-Indonesia Program Kalimantan Barat dan
Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) menegaskan semakin
pentingnya menyatukan program kerja bersama ke depan.
Tim diskusi yang dihadiri beberapa pihak seperti Ditjen Konservasi Jenis
Ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, BPSPL Pontianak, Badan Lingkungan
Hidup Daerah (BLHD) Kalbar, Dinas Kelautan dan Perikanan Kalbar, PT. Kandelia
Alam, PT. Bios, peneliti pesut Universitas Nasional (UNAS), serta WWF-Indonesia
telah merancang Aksi dan Strategi Konservasi Satwa untuk wilayah Kalimantan
Barat.
Dari diskusi yang diadakan di Jakarta itu, masing-masing tim membuat
program bersama dan tergabung dalam Forum Pesut Kalbar dan menunjuk BPSPL
sebagai focal point atau koordinator.
Dwi menyebut rencana aksi ini meliputi beberapa aspek , diantaranya WWF
telah memprogramkan pesut sebagai flagship species dalam program lima
tahun ke depan. “BPSPL Pontianak juga telah berkomitmen untuk menyusun kajian
bioekologi pesut sebagai program kerja ke depan,” pungkasnya.
- Dwi Suprapti, Paloh Turtle Monitoring Officer WWF Indonesia, Email: dsuprapti@wwf.or.id
- Jimmy Syahirsyah, Koordinator Komunikasi WWF-Indonesia Program Kalimantan Barat, Email: fivejim@yahoo.com
- Kris Handoko, Kepala Seksi Pendayagunaan dan Pelestarian BPSPL Pontianak, Email: krishandoko@gmail.com
- Dionisius Endy, Kepala Bidang KP3KP – DKP Kalbar, Email: endyonisius@gmail.com
Sumber : http://www.wwf.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar