April 10, 2012

Pesut Kalimantan ditemukan mati di Perairan Paloh


Menurut Dwi, salah satu penyebab kematian lumba-lumba hidung pesek ini diduga akibat terjaring tanpa sengaja (by catch) oleh jaring plastik nelayan. Ini sangat beralasan mengingat pesut tidak mampu mendeteksi keberadaan jaring plastik yang tipis dan bening dengan sonar yang dimilikinya. “Nah, di saat berusaha mengejar ikan dan udang sebagai salah satu pakan utamanya, di sinilah pesut itu ikut terjaring. Pesut itu hewan air yang bernafas dengan paru-paru. Di saat terjaring, pesut tak dapat mengambil oksigen di permukaan dan akhirnya mati,” urai Dwi.

Akibatnya, lanjut Dwi, populasi satwa ini diperkirakan terus menyusut, terutama disebabkan kesibukan lalulintas kapal maupun speedboat baik di sungai maupun perairan pesisir. Hal lain yang ikut memengaruhi keterancaman itu adalah tingginya tingkat polusi, erosi, dan pendangkalan sungai akibat pengelolaan hutan dan riparian. “Beberapa kasus kematian sudah dilaporkan akibat tersangkut jaring nelayan atau disambar baling-baling kapal. Dari laporan masyarakat nelayan yang ada di Desa Temajuk, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas hampir setiap tahun pernah menjumpai pesut tersangkut di jaring,” ungkap Dwi.


Setelah melakukan lokakarya yang menghadirkan berbagai pihak dalam membahas nasib lumba-lumba air tawar atau lebih dikenal dengan Pesut di perairan Kalimantan di Jakarta minggu lalu, WWF-Indonesia Program Kalimantan Barat dan Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) menegaskan semakin pentingnya menyatukan program kerja bersama ke depan.


Tim diskusi yang dihadiri beberapa pihak seperti Ditjen Konservasi Jenis Ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, BPSPL Pontianak, Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kalbar, Dinas Kelautan dan Perikanan Kalbar, PT. Kandelia Alam, PT. Bios, peneliti pesut Universitas Nasional (UNAS), serta WWF-Indonesia telah merancang Aksi dan Strategi Konservasi Satwa untuk wilayah Kalimantan Barat.

Dari diskusi yang diadakan di Jakarta itu, masing-masing tim membuat program bersama dan tergabung dalam Forum Pesut Kalbar dan menunjuk BPSPL sebagai focal point atau koordinator.

Dwi menyebut rencana aksi ini meliputi beberapa aspek , diantaranya WWF telah memprogramkan pesut sebagai flagship species dalam program lima tahun ke depan. “BPSPL Pontianak juga telah berkomitmen untuk menyusun kajian bioekologi pesut sebagai program kerja ke depan,” pungkasnya.

Untuk informasi lebih lanjut, hubungi:


Sumber : http://www.wwf.or.id


Tidak ada komentar:

Posting Komentar