Tanjung Redeb, Berau. Pulau Sangalaki terletak
di Kepulauan Derawan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Memiliki satuan
morfologi dataran pantai yang datar. Pulau ini memiliki lagon dangkal berdasar
pasir dan ditumbuhi oleh karang dan lamun,
melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 604/Kpts/Um/8/1982 tanggal 19
Agustus 1982 ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam Laut yang dikelola oleh BKSDA
Kalimantan Timur dengan luas keseluruhan 280 hektare termasuk wilayah perairan namun untuk daratan
hanya sekitar 15,9 hektare. TWAL Pulau Sangalaki merupakan pulau peneluran penyu hijau yang terpenting di Asia
Tenggara, bahkan mungkin dunia, setiapa malam sepanjang tahun bisa dijumpai
10-30 ekor penyu bersarang di pulau sangalaki. Keunikan lain dari Pulau
sangalaki adalah agregasi parimanta di perairan pulau ini karena taman laut ini
memiliki banyak plankton yang merupakan makanan pari mantra
Manta yang dijumpai di P. Sangalaki (Sumber Foto @IS) |
Manta yang dijumpai di P. Sangalaki
(Sumber Foto @LS) |
Pemasangan Tag Satelit pada salah satu parimanta di P sangalaki (Sumber Foto @SL) |
Menurut Abaraham Sianipar dari CI Indonesia “Dari total 5 ekor manta yang dipasangi tag satelit terdiri dari 2
ekor manta jantan dengan ukuran masing
masing 2 dan 3 meter, 2 ekor manta berjenis kelamin betina dengan ukuran 3 dan 3,4 meter dan 1 ekor manta yang belum di ketahui jenis kelaminnya
berukuran 1,9 meter, diharapkan bahwa hasil yang didapatkan dari pemasangan tag satelit ini dapat menggambarkan
populasi manta di perairan Pulau Sangalaki”. Towed tag jenis ini juga pernah di pasang di perairan Raja
Ampat, Perairan Komodo dan perairan Nusa Penida.
Pari manta yang ada di
pulau Sangalaki masuk dalam jenis manta
reef (Manta alfredi) yang hanya dijumpai di perairan tropis dan subtropis,
diperkirakan memiliki home range yang lebih kecil, memiliki pola pergerakan
yang filopatrik, dan jarak migrasi musiman yang lebih pendek (hingga beberapa
ratus kilometer), berdasarkan identifikasi photo ID dari Manta Trust hingga
kini ditemukan 65 ekor manta di pulau Sangalaki, mereka kerap muncul
berkelompok dan sendiri dari pagi sampai sore hari.
Ikan parimanta masuk dalam
kategori ikan yang jinak, cenderung berprilaku tenang, memiliki sikap dan
perilaku yang bersahabat serta bisa berinteraksi kepada penyelam penyelam yang sering mengabadaikan moment
menyelam atau berenang bersama ikan pari manta ini. Pada saat bersamaan ada 5
kapal (speedboat) di atas cleaning
station dan area bermain parimanta
dan sekitar 30 penyelam di laut dan snorkling, pemanfaatan berlebihan
pemandangan ikan pari manta di Pulau sangalaki,
itu akan membuat pari manta
menjadi stres. Bahkan menurut Pengelola Sangalaki Pari Manta Resource pada
akhir pekan atau musim libur bisa mencapai 20 speed boat yang membawa penyelam
bisa mencapai di atas 60an orang belum termasuk
mereka yang hanya sekedar snorkling untuk berenang bersama manta. “Kemeterian Kelautan
dan Perikanan akan menyusun pedoman aturan main interaksi dengan satwa ataupun
jumlah kunjungan dengan harapan ekowisata berprinsip ekonomi tetap
berkelanjutan, tentu dengan berkoordinasi dengan berbagai stake holder, Pemda
Berau dan BKSDA mengingat pulau ini
salah satu Taman Wisata Alam Laut juga merupakan tempat penyu naik
bertelur yang juga terancam punah” kata Andi Muh. Ishak Yusma, salah satu
anggota Tim dari BPSPL Pontianak.
Karena Volume
otak manta yang kabarnya lebih besar dibandingkan ikan pari lain dan hiu
kerabatnya menjadi alasan dasar asumsi bahwa pari manta lebih cerdas
dibandingkan jenis dan kerabatnya yang lain. Terdapat sepasang sirip sefala
(kepala) yang menyerupai tanduk di dekat mulut pari manta. Inilah yang
merupakan salah satu ciri khas pari manta yang berfungsi membantu mengarahkan
plankton ke mulutnya. Pari manta memang memakan plankton sebagai makanan utama
(selain udang dan ikan kecil). Ia berenang sambil membuka mulutnya lebar-lebar
agar air yang mengandung makanan dapat masuk. Lima pasang celah insang di
bagian bawah tubuh manta akan mengelurakan air yang masuk melalui mulutnya
tersebut. Uniknya, terdapat tapis insang atau piringan penyaring (filter plate) di
celah insang tersebut sehingga plankton tidak ikut keluar bersama air laut.
Menurut Mujiyanto peneliti
dari Balitbang Kementerian Kelautan dan Perikanan, “hasil penelitian pemasangan Tag satelit oleh Kementerian Kelautan
dan Perikanan dan CI Indonesia yang sudah di lakukan baik di pulau Sangalaki maupun
di daerah lain, penting
untuk digunakan sebagai masukan dalam pengelolaan pari manta di Indonesia”.
Sumber :